ADIBAH AMIN ibarat tiara di mahkota sastera. Dia pengarang novel sejak remaja, kemudian cemerlang sebagai wartawan, penterjemah dan ampuh dalam penulisan novel di usia dewasanya. Sekembalinya saya daripada lawatan tiga minggu di Australia pada Ogos 1973 saya sempat hadir di Seminar Sastera Nusantara di Dewan bahasa dan Pustaka. Waktu rehat tiba, kami menjamah kudapan di tengah peserta yang ramai, Adibah menegur saya: “Saudara Kemala, bagaimana trip ke Australia?” Merdu suaranya. “Ohh, Adibah Amin…” hati saya berbisik. Tiba-tiba saja dia berdiri di depan saya. Saya menatapnya. Inilah kali pertama saya bertatapan…
Sila Log Masuk atau Langgan untuk membaca berita sepenuhnya